Thursday, July 5, 2012

28 juni 2012

Hari pertama di kota Kathulistiwa.

Dengan kondisi yang belum tidur semalaman saya berangkat ke pulau Borneo, dan mendarat dengan selamat di kota Khatuistiwa ini. Setibanya di Pontianak, saya tidak berfoto,karena tidak ada objek yang bisa dijadikan referensi atas kota yang kaya akan sumber daya alamnya ini.

Bandara terletak di pinggiran kota, dan membutuhkan sekitar setengah jam untuk mencapai pusat kota. Setibanya pukul 9 pagi, kami langsung bergerak menuju jalan hijas untuk sarapan. Ada warung pojokan yang dikenal dengan warung hijas. Seperti food court, hanya berbentuk seperti kedai dan berada persis di pojokan jalan. Dijual aneka makanan seperti soto lamongan, gado-gado surabaya, nasi kuning, nasi uduk, sate ayam (yang pake daun bawang), pisang goreng khas pontianak dengan segala macam jenis rasa (keju, srikaya,coklat, dll) dan aneka minuman.

Kamipun sepakat mencoba nasi kuning, karena merasa makanan inilah yang rasanya paling tidak mengecewakan :p

Setelah mengisi tenaga, kamipun berangkat ke jalan sudarso untuk bertemu narasumber-narasumber hebat kami. Di sana kami bertemu kawan baru yang bisa langsung akrab seperti kawan lama. Bang Deni, bang andrian dan bang Muhlis. 3 orang luar biasa yang mengabdikan diri untuk mencari berita, dan membagikn apa yang mereka dapatkan kepada masyarakat luas.

Di sini kami berbicara mengenai desa Jasa, yang terletak di dalam kecamatan Ketunggau Hulu, kabupaten Sintang. Cerita di desa ini hampir sama dengan cerita di daerah perbatasan lainnya,dimana tidak merasakan adanya fungsi pemerintah bagi mereka ( well who think so either sih)..tapi kalo merasakan apa yang mereka alami, sebenarnya miris dan sebuah hal yang memalukan untuk berani menyebut mereka sebagai bagian dari NKRI. Bagaimana tidak, pemerintah saja baru memberikan bendera merah putih di tahun 2008, itupun karena trauma atas sipadan dan ligitan. Disinilah saya baru merasakan benar, bahwa bukan salah Malaysia kalau semakin lama semakin banyak wilayah Indonesia yang dicaplok.

Hampir seluruh lini kehiupan mereka bergantung kepada malaysia. Meskipun hasil bumi mereka dihargai lebih rendah dari indonesia, namun mengingat ongkos dan jarak yang harus ditempuh, mereka lebih memilih untuk menjualnya ke Malaysia. Padahal untuk menyebrang ke negeri tetangga, mereka harus berjalan kaki selama 3-4 jam,dan itu lebih tepatnya dikatakan sebagai pendakian, dan bukan jalan kaki. Tidak hanya untuk berjualan dan berbelanja kebutuhan sehari-hari, tetapi untuk berobat pun masyarakat desa jasa lebih memilih untuk melakukan trek itu. Bayangkan, udah sakit, harus mendaki pula...

Desa Jasa sebenarnya berasal dari fungsi mereka di jaman konfrontasi indonesia melawan malaysia di tahun 1960 awal. Desa ini dijadikan sebagai tempat pemasok kebutuhan para tentara di perbatasan, dan banyak pula penduduknya yang diberdayakan sebagai tentara sukarela. Oleh karena loyalitas inilahmereka dinamakan desa jasa, bahkan mereka pun sempat dijanjikan akan menjadi ibukota kecamatan, dan bukan senaning seperti sekarang ini. Tapi kemudian loyalitas masyarakat hanya dibayar dengan ucapan terimakasih saja..

Kecewa pasti...kesal? sudah tidak bisa lagi diungkapkan dengan kata-kata..
Saya saja sebagai pendatang yang mendengar hal itu semakin sebal..lalu kemudian berkata, jangankan yang jauh di perbatasan, yang tinggal di cikeasa aja ga jauh beda..

Kemudian semkain bertanya-tanya,apa sih fungsi dari pemerintah indonesia selain menggerogoti APBN untuk membangun pulau Jawa dan keluarga pejabat? Selain merampok daerah kaya seperti Borneo ini dan membagikannya kepada keluarga pejabat dan pengusaha hitam?

Nah kan jadi marah-marah..

Yasudahlah, itu semuakan masih baru katanya...besok kita akan lihat langsung di lapangan bagaimana kondisinya..

Night all..

No comments:

Post a Comment